DPR Soroti Lemahnya Penegakan Hukum Kehutanan
NASIONAL, PATINEWSCOM
Anggota Komisi IV DPR RI, Slamet, menyoroti rendahnya penegakan hukum kehutanan yang dilakukan Kementerian Kehutanan di sejumlah daerah. Hal tersebut ia sampaikan dalam Rapat Kerja Komisi IV dengan Menteri Kehutanan yang membahas persoalan banjir dan longsor yang diduga berkaitan dengan kerusakan hutan.
"Penegakan hukum di Kementerian Kehutanan masih rendah. Catatan saya di Aceh itu hanya satu yang P21. Di Sumut hanya empat, dan di Sumbar juga hanya satu dari sekian kasus. Kalau salah mohon dikoreksi," tegas Slamet dalam rapat yang digelar di Kompleks Parlemen Senayan, Kamis (4/12/2025).
Ia mempertanyakan hambatan penegakan hukum di lapangan, termasuk kemungkinan adanya pihak-pihak berpengaruh yang menghalangi proses penyidikan.
"Mohon disampaikan, kalau ada kendala apa? Apakah yang ditabrak ini benteng terlalu kuat, bintangnya tidak terhitung, atau bagaimana? Komisi IV secara politik siap memberikan dorongan agar masalah ini tidak dijawab dengan narasi, tetapi aksi nyata," ujarnya.
Kritik terhadap UU Cipta Kerja
Selain soal penegakan hukum, Legislator Fraksi PKS itu juga menilai bahwa kerusakan hutan dalam skala luas merupakan dampak dari berbagai ketentuan dalam Undang-Undang Cipta Kerja, terutama terkait pelepasan kawasan hutan. Slamet menyoroti dihapusnya aturan tutupan hutan minimal 30 persen serta tidak dilibatkannya DPR dalam proses pelepasan kawasan hutan.
"Salah satu hal yang membuat ruang terjadinya kemudahan pelepasan kawasan hutan adalah tidak melibatkan DPR. Tutupan 30 persen dihapus, ini menjadi permasalahan. Ada juga istilah keterlanjuran, sehingga hal-hal seperti ini harus menjadi perhatian kita semua," jelasnya.
Usulkan Pembentukan Panja Pengawasan
Melihat kompleksitas persoalan dan besarnya dampak ekologis, Slamet mengusulkan pembentukan Panitia Kerja (Panja) Pengawasan Pelepasan Kawasan Hutan untuk menelusuri kembali proses-proses pelepasan kawasan hutan yang diduga menjadi akar kerusakan lingkungan.
"Usul pimpinan, nampaknya kita harus membentuk panja pelepasan kawasan hutan. Dengan panja, kita bisa merunut ke belakang. Kerusakan hutan hari ini tidak terjadi dalam 1–2 tahun, tetapi punya sejarah panjang," ujarnya.
Menurutnya, Panja tidak hanya memperkuat fungsi pengawasan DPR, tetapi juga menjadi wujud komitmen parlemen dalam menjalankan apa yang ia sebut sebagai "taubat ekologi" melalui langkah konkret.
Dengan desakan kuat dari Komisi IV, DPR berharap pemerintah meningkatkan efektivitas penegakan hukum kehutanan sekaligus memperbaiki kebijakan tata kelola hutan untuk mencegah kerusakan ekologis yang semakin parah.
#banjir #hutan #donation #charity #fundraising #donasi
Donasi untuk banjir di Aceh, Sumut dan Sumbar dapat disalurkan melalui:
https://sedekahgo.com/campaign/open-donasi-siaga-bencana
NASIONAL, PATINEWSCOM
Anggota Komisi IV DPR RI, Slamet, menyoroti rendahnya penegakan hukum kehutanan yang dilakukan Kementerian Kehutanan di sejumlah daerah. Hal tersebut ia sampaikan dalam Rapat Kerja Komisi IV dengan Menteri Kehutanan yang membahas persoalan banjir dan longsor yang diduga berkaitan dengan kerusakan hutan.
"Penegakan hukum di Kementerian Kehutanan masih rendah. Catatan saya di Aceh itu hanya satu yang P21. Di Sumut hanya empat, dan di Sumbar juga hanya satu dari sekian kasus. Kalau salah mohon dikoreksi," tegas Slamet dalam rapat yang digelar di Kompleks Parlemen Senayan, Kamis (4/12/2025).
Ia mempertanyakan hambatan penegakan hukum di lapangan, termasuk kemungkinan adanya pihak-pihak berpengaruh yang menghalangi proses penyidikan.
"Mohon disampaikan, kalau ada kendala apa? Apakah yang ditabrak ini benteng terlalu kuat, bintangnya tidak terhitung, atau bagaimana? Komisi IV secara politik siap memberikan dorongan agar masalah ini tidak dijawab dengan narasi, tetapi aksi nyata," ujarnya.
Kritik terhadap UU Cipta Kerja
Selain soal penegakan hukum, Legislator Fraksi PKS itu juga menilai bahwa kerusakan hutan dalam skala luas merupakan dampak dari berbagai ketentuan dalam Undang-Undang Cipta Kerja, terutama terkait pelepasan kawasan hutan. Slamet menyoroti dihapusnya aturan tutupan hutan minimal 30 persen serta tidak dilibatkannya DPR dalam proses pelepasan kawasan hutan.
"Salah satu hal yang membuat ruang terjadinya kemudahan pelepasan kawasan hutan adalah tidak melibatkan DPR. Tutupan 30 persen dihapus, ini menjadi permasalahan. Ada juga istilah keterlanjuran, sehingga hal-hal seperti ini harus menjadi perhatian kita semua," jelasnya.
Usulkan Pembentukan Panja Pengawasan
Melihat kompleksitas persoalan dan besarnya dampak ekologis, Slamet mengusulkan pembentukan Panitia Kerja (Panja) Pengawasan Pelepasan Kawasan Hutan untuk menelusuri kembali proses-proses pelepasan kawasan hutan yang diduga menjadi akar kerusakan lingkungan.
"Usul pimpinan, nampaknya kita harus membentuk panja pelepasan kawasan hutan. Dengan panja, kita bisa merunut ke belakang. Kerusakan hutan hari ini tidak terjadi dalam 1–2 tahun, tetapi punya sejarah panjang," ujarnya.
Menurutnya, Panja tidak hanya memperkuat fungsi pengawasan DPR, tetapi juga menjadi wujud komitmen parlemen dalam menjalankan apa yang ia sebut sebagai "taubat ekologi" melalui langkah konkret.
Dengan desakan kuat dari Komisi IV, DPR berharap pemerintah meningkatkan efektivitas penegakan hukum kehutanan sekaligus memperbaiki kebijakan tata kelola hutan untuk mencegah kerusakan ekologis yang semakin parah.
#banjir #hutan #donation #charity #fundraising #donasi
Donasi untuk banjir di Aceh, Sumut dan Sumbar dapat disalurkan melalui:
https://sedekahgo.com/campaign/open-donasi-siaga-bencana
0 komentar:
Posting Komentar